Penjelasan Tentang Qasidah Dan Rebana
NahwuTop - Qasidah merupakan suatu jenis kesenian, yakni seni suara yang bernapaskan Islam, di mana lagu-lagunya banyak mengandung unsur-unsur dakwah Islamiah dan nasiha-nasihat yang baik, sesuai dengan ajaran Islam. Lagu-lagu itu dinyanyikan dengan irama penuh kegembiraan, yang hampir menyerupai irama lagu-lagu Timur Tengah.
Lagu-lagu qasidah biasanya diiringi dengan rebana, yaitu sejenis alat kesenian tradisional yang terbuat dari kayu, dibuat dalam bentuk lingkaran dan di tengah-tengahnya dilobangi, kemudian pada lobang tersebut ditempeli kulit binatang (biasanya kulit kambing) yang telah dibersihkan bulu-bulunya. Pukulan tangan pada kulit tersebut dapat menimbulkan bunyi yang enak didengar.
Awalnya rebana berfungsi sebagai instrumen dalam menyanyikan lagu-lagu keagamaan berupa pujian-pujian terhadap Allah SWT dan rasul-rasul-Nya, selawat, syair-syair Arab, dan lain-lain. Karena fungsinya itulah ia disebut rebana, berasal dari kata rabbana, artinya wahai Tuhan kami (suatu doa dan pujian terhadap Tuhan). Ketika Rasulullah SAW hijrah ke Madinah, ia disambut oleh masyarakat dengan rebana setibanya di pinggir kota.
Dewasa ini qasidah-qasidah dalam syair-syair Arab banyak dinyanyikan secara vocal group dengan iringan rebana, atau salah seorang biduanita dalam suatu grup kasidah menyanyikan lagu-lagu berupa qasidah-qasidah sedangkan yang lainnya meningkahnya dengan rebana dan menyahut kor-kor nyanyian tersebut. Lagu-lagu tersebut dinyanyikan dalam posisi berdiri dalam barisan saf dengan pakaian seragam baju kurung atau baju kebaya panjang. Anggota dalam satu grup kasidah adalah sekitar 10 sampai 20 orang yang terdiri dari remaja putri atau putra yang mempunyai suara merdu.
Cikal bakal lahirnya kesenian qasidah diperkirakan dimulai dari tumbuhnya beberapa kesenian tradisional Islam yang pernah hidup di tengah-tengah masyarakat Indonesia, seperti kesenian "zikir" (menyanyikan kasidah al-Burdan bersama iringan rebana) dan pembacaan shalawat yang juga diiringi oleh bunyi instrumen rebana. Pada masa silam fungsi lagu-lagu tersebut adalah sebagai pujian-pujian terhadap Allah ta'ala dan rasul-rasul-Nya, yang dibawakan dalam acara-acara tertentu, seperti dalam acara perayaan maulid Nabi, acara isra' mi'raj, acara peresmian perkawinan, acara sunatan, dan sebagainya. Dewasa ini fungsi utama qasidah adalah sebagai media dakwah Islamiah dan sebagai hiburan dalam acara peringatan hari-hari besar Islam.
Setelah masuknya lagu-lagu Arab modern ke Indonesia, para seniman Islam Indonesia mulai memadukan lagu-lagu Arab modern tersebut dengan kesenian tradisional Islam di Indonesia, seperti "zikir" dan selawat di atas. Perpaduan antara kedua kesenian tersebut melahirkan kesenian kasidah. Kasidah ini mulai populer di Indonesia sekitar tahun 1960-an, tetapi pada masa itu kesenian ini boleh dikatakan masih mencari bentuk. Pada sekitar tahun 1970-an kesenian ini mulai populer di Indonesia dan telah banyak diperagakan dalam acara-acara perayaan hari-hari besar Islam.
Pesatnya perkembangan kesenian qasidah antara lain karena ditopang oleh adanya kesepakatan pandangan ulama hukum Islam bahwa seni rebana itu boleh (mubah). Bagi para pakar hukum Islam, seni suara yang motifnya mengarah kepada kebaikan dan dilaksanakan secara baik, tanpa melanggar aturan-aturan pokok ajaran Islam dan tidak melalaikan orang dari perintah-perintah agama, hukumnya adalah boleh. Bahkan dianjurkan bila motifnya untuk dakwah, nasihat yang baik, dan bila ia menimbulkan minat orang untuk berbuat baik. Oleh karena itu, dewasa ini kesenian qasidah tampak semakin populer di Indonesia dan grup-grup kasidah ini telah muncul di mana-mana. Bahkan sudah banyak ditampilkan dalam acara-acara resmi dan juga telah banyak ditampilkan lewat televisi, radio, dan media-media lainnya.
Lagu-lagu qasidah biasanya diiringi dengan rebana, yaitu sejenis alat kesenian tradisional yang terbuat dari kayu, dibuat dalam bentuk lingkaran dan di tengah-tengahnya dilobangi, kemudian pada lobang tersebut ditempeli kulit binatang (biasanya kulit kambing) yang telah dibersihkan bulu-bulunya. Pukulan tangan pada kulit tersebut dapat menimbulkan bunyi yang enak didengar.
Gambar via rebanamyunus.com |
Awalnya rebana berfungsi sebagai instrumen dalam menyanyikan lagu-lagu keagamaan berupa pujian-pujian terhadap Allah SWT dan rasul-rasul-Nya, selawat, syair-syair Arab, dan lain-lain. Karena fungsinya itulah ia disebut rebana, berasal dari kata rabbana, artinya wahai Tuhan kami (suatu doa dan pujian terhadap Tuhan). Ketika Rasulullah SAW hijrah ke Madinah, ia disambut oleh masyarakat dengan rebana setibanya di pinggir kota.
Dewasa ini qasidah-qasidah dalam syair-syair Arab banyak dinyanyikan secara vocal group dengan iringan rebana, atau salah seorang biduanita dalam suatu grup kasidah menyanyikan lagu-lagu berupa qasidah-qasidah sedangkan yang lainnya meningkahnya dengan rebana dan menyahut kor-kor nyanyian tersebut. Lagu-lagu tersebut dinyanyikan dalam posisi berdiri dalam barisan saf dengan pakaian seragam baju kurung atau baju kebaya panjang. Anggota dalam satu grup kasidah adalah sekitar 10 sampai 20 orang yang terdiri dari remaja putri atau putra yang mempunyai suara merdu.
Cikal bakal lahirnya kesenian qasidah diperkirakan dimulai dari tumbuhnya beberapa kesenian tradisional Islam yang pernah hidup di tengah-tengah masyarakat Indonesia, seperti kesenian "zikir" (menyanyikan kasidah al-Burdan bersama iringan rebana) dan pembacaan shalawat yang juga diiringi oleh bunyi instrumen rebana. Pada masa silam fungsi lagu-lagu tersebut adalah sebagai pujian-pujian terhadap Allah ta'ala dan rasul-rasul-Nya, yang dibawakan dalam acara-acara tertentu, seperti dalam acara perayaan maulid Nabi, acara isra' mi'raj, acara peresmian perkawinan, acara sunatan, dan sebagainya. Dewasa ini fungsi utama qasidah adalah sebagai media dakwah Islamiah dan sebagai hiburan dalam acara peringatan hari-hari besar Islam.
Setelah masuknya lagu-lagu Arab modern ke Indonesia, para seniman Islam Indonesia mulai memadukan lagu-lagu Arab modern tersebut dengan kesenian tradisional Islam di Indonesia, seperti "zikir" dan selawat di atas. Perpaduan antara kedua kesenian tersebut melahirkan kesenian kasidah. Kasidah ini mulai populer di Indonesia sekitar tahun 1960-an, tetapi pada masa itu kesenian ini boleh dikatakan masih mencari bentuk. Pada sekitar tahun 1970-an kesenian ini mulai populer di Indonesia dan telah banyak diperagakan dalam acara-acara perayaan hari-hari besar Islam.
Pesatnya perkembangan kesenian qasidah antara lain karena ditopang oleh adanya kesepakatan pandangan ulama hukum Islam bahwa seni rebana itu boleh (mubah). Bagi para pakar hukum Islam, seni suara yang motifnya mengarah kepada kebaikan dan dilaksanakan secara baik, tanpa melanggar aturan-aturan pokok ajaran Islam dan tidak melalaikan orang dari perintah-perintah agama, hukumnya adalah boleh. Bahkan dianjurkan bila motifnya untuk dakwah, nasihat yang baik, dan bila ia menimbulkan minat orang untuk berbuat baik. Oleh karena itu, dewasa ini kesenian qasidah tampak semakin populer di Indonesia dan grup-grup kasidah ini telah muncul di mana-mana. Bahkan sudah banyak ditampilkan dalam acara-acara resmi dan juga telah banyak ditampilkan lewat televisi, radio, dan media-media lainnya.
loading...
0 Response to "Penjelasan Tentang Qasidah Dan Rebana"
Post a Comment