-->

Pengertian dan Macam-Macam Khunsa

Nahwu.top | Khunsa adalah orang yang tidak jelas jenis kelaminnya, apakah laki-laki atau perempuan, karena memiliki dua jenis kelamin sekaligus, atau tidak memiliki keduanya, baik alat kelamin laki-laki maupun alat kelamin perempuan. Kata "khunsa" berasal dari bahasa Arab yang diambil dari kata al-khans, dibentuk atas wazan (timbangan) fu'la, dengan arti asalnya lunak, 'halus' dan ”lemah lembut”. Jamaknya khunāsā seperti kata hubla jamaknya hubalā.

Pengertian dan Macam-Macam Khunsa

Dalam bahasa Indonesia, khunsa sama dengan banci, yang berarti: (1) bersifat laki-laki dan perempuan (tidak laki-laki, tidak perempuan); (2) laki-laki yang bertingkah-laku dan berpakaian sebagai perempuan dan sebaliknya; wadam; waria. Keberadaan khunsa menimbulkan permasalahan dalam penerapan hukum agama yang berkenaan dengan hukum yang berbeda antara laki-laki dan perempuan, terutama dalam masalah kewarisan, sebab bagian laki-laki tidak sama besarnya dengan bagian perempuan. Allah SWT berfirman di dalam surah An-Nisa ayat 11 dan 176, "...bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan."

Karena kedudukan khunsa tidak jelas apakah laki-laki atau perempuan, maka para ulama membicarakannya secara khusus. Mereka membagi khunsa atas dua macam: (1) khunsa musykil, dan (2) khunsa gairu musykil yang disebut juga khunsa wadhih (jelas).

Khunsa musykil ialah khunsa yang sangat sulit ditentukan apakah ia digolongkan kepada laki-laki atau perempuan karena tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan jenis kelamin yang lebih dominan. Untuk melakukan pembagian warisan, dilihatlah kedudukannya di kalangan ahli waris. Apabila keberadaannya tidak mempengaruhi atau tidak mengubah bagiannya dan bagian ahli waris yang lain, pembagian warisan dilakukan sesuai dengan ketentuan pembagian waris biasa, tanpa mempermasalahkan kekhunsaannya. Artinya, apakah khunsa itu dimasukkan ke dalam kategori laki-laki atau perempuan, bagian yang diterimanya tetap sama saja dan tidak mengubah bagian ahli waris yang lain. Misalnya, jika ahli waris yang akan membagi harta warisan terdiri dari seorang ibu dari si mayat, seorang bapak, seorang anak perempuan, dan seorang cucu yang khunsa, maka ibu mendapat 1/6 bagian, bapak 1/6, anak perempuan 1/2, dan cucu yang khunsa 1/6. Dalam kasus ini, cucu yang khunsa, entah dimasukkan dalam kategori laki-laki maupun perempuan, tetap memperoleh 1/6 dan tidak mempengaruhi bagian ahli waris yang lain.

Apabila keberadaan khunsa musykil di tengah ahli waris mempengaruhi dan menyebabkan terjadinya perubahan dalam persentase pembagian warisan, ulama berbeda pendapat tentang bagian untuk khunsa. Menurut ulama Hanafiah, khunsa mendapat bagian yang lebih kecil dari dua kemungkinan kategorinya. Jika ia dimasukkan ke dalam kategori wanita dan akan mendapat bagian yang lebih sedikit daripada jika dimasukkan ke dalam kategori laki-laki, maka ia dimasukkan ke dalam kategori wanita. Sebaliknya, jika di dalam susunan ahli waris itu ia dimasukkan dalam kategori laki-laki dan akan mendapat bagian yang lebih sedikit daripada jika dimasukkan ke dalam kategori wanita, maka ia dimasukkan dalam kategori laki-laki. Penentuan kategori khunsa di sini tergantung kepada posisinya di tengah-tengah ahli waris.

Menurut Mazhab Maliki, bagian warisan khunsa musykil adalah 1/2 dari bagian laki-laki dan wanita, yaitu ia mendapatkan 1/2 kalau diperhitungkan sebagai laki-laki, kemudian ditambah 1/2 dari bagiannya kalau diperhitungkan sebagai wanita. Jadi, pembagian dilakukan dua kali. Pertama-tama, khunsa dimasukkan dalam kategori laki-laki lalu dilakukan pembagian warisan; dengan demikian ia memperoleh 1/2 dari bagiannya. Kemudian, ia dimasukkan dalam kategori wanita lalu dilakukan pembagian; dengan demikian ia memperoleh 1/2 lagi dari pembagian kedua ini.

Menurut Mazhab Syafi‘i, pembagian warisan tetap dilakukan sesuai dengan apa adanya, tetapi yang diambil adalah bagian terkecil masing-masing ahli waris; sedangkan sisanya ditangguhkan dulu sambil menunggu kejelasan mengenai khunsa itu, apakah ia dapat dikategorikan laki-laki atau perempuan.

Mazhab Hanbali berpendapat, pembagian warisan untuk khunsa musykil dilihat dari keadaan khunsa tersebut. Jika ada kemungkinan akan diketahui ke dalam kategori mana (laki-laki atau perempuan) khunsa itu dimasukkan, warisan dibagikan kepada semua ahli waris, tetapi dengan bagian terkecil masing-masing. Sisa dari pembagian itu ditangguhkan sampai dapat diketahui ke mana khunsa tersebut dimasukkan. Tetapi, jika tidak bisa diharapkan adanya kejelasan itu, khunsa mendapat bagian 1/2 di antara dua bagian laki-laki dan wanita.

Khunsa gairu musykil (khunsa wadhih) ialah khunsa yang mungkin ditentukan keberadaannya sebagai laki-laki atau sebagai perempuan karena ada tanda-tanda yang menunjuk ke arah tersebut. Tanda-tanda itu antara lain:

(1) Sebelum khunsa itu berusia baligh, dapat dilihat cara buang air kecilnya. Jika ia buang air kecil melalui alat kelamin khusus laki-laki, ia dihukumkan sebagai laki-laki, dan jika ia buang air kecil melalui alat kelamin khusus perempuan, ia dihukumkan sebagai perempuan. Tetapi jika ternyata ia kencing melalui kedua alat kelaminnya, maka yang berlaku adalah yang lebih dahulu (laki-laki).

(2) Sesudah baligh, bisa dilihat tanda-tanda lain. Jika tanda-tanda laki-laki lebih dominan, misalnya tumbuh janggut, mendatangi wanita, atau ihtilām (bermimpi sebagaimana lazimnya laki-laki bermimpi), khunsa itu dihukumkaan sebagai laki-laki. Tetapi jika tanda-tanda perempuan lebih menonjol, misalnya tumbuh payudara atau mengalami haid (menstruasi), ia dihukumkan sebagai perempuan. Di samping itu, tanda lain yang bisa dilihat adalah keadaan alat kelamin khunsa itu sendiri serta sifat-sifatnya, mana yang lebih berfungsi dan lebih dominan, mirip laki-laki atau mirip perempuan. Jika mirip laki-laki ia dihukumkan laki-laki dan jika mirip perempuan dihukumkan perempuan.

Bagi khunsa ghairu musykil, pembagian harta warisan tidak sulit karena sebenarnya posisinya jelas, sebagai laki-laki atau sebagai perempuan, dan bagian yang diperolehnya sesuai dengan jenis kelamin yang dihukumkan kepadanya. Pembagiannya pun dilakukan sebagaimana pembagian biasa. Jika ia dihukumkan laki-laki, ia memperoleh bagian laki-laki yang besarnya sesuai dengan kedudukannya di kalangan ahli waris, dan jika ia dihukumkan perempuan, ia mendapat bagian perempuan yang besarnya sesuai dengan kedudukannya dalam lingkungan ahli waris. Misalkan seseorang meninggal dunia dengan meninggalkan seorang istri, seorang ibu, seorang anak perempuan, dan seorang anak khunsa ghairu musykil yang dihukumkan sebagai laki-laki. Maka istrinya akan memperoleh bagian 1/8, ibunya 1/6, dan sisanya dibagi untuk kedua orang anaknya, yang perempuan mendapat satu bagian dan yang khunsa ghairu musykil memperoleh dua bagian.
loading...

0 Response to "Pengertian dan Macam-Macam Khunsa"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel