Na'at dan Man'ut
Pengertian Na'at
Na'at adalah isim yang mengikuti isim sebelumnya atau sering disebut isim yang mengikuti man'ut-nya. Isim ini akan selalu mengikuti isim sebelumnya (man'ut-nya) baik dalam keadaan rafa', nashab, dan jar-nya, begitu juga ma'rifah dan nakirah-nya.Baca Juga:
Nakirah dan Ma'rifah dalam Bahasa Arab
Sedangkan di dalam kitab Mutammimah, Naat adalah lafazh yang mengikuti yang musytaq atau muawwal bih yang menjelaskan lafazh yang diikutinya. lafazh-lafazh yang dimaksud dengan musytaq ialah isim fa'il, seperti كَاتِبُ, isim maf'ul seperti مَكْتُوْبٌ, sifat musyabbihat, seperti: حَسَنٌ, dan isim tafdhil, seperti أَعْلَمُ.
Yang dimaksud dengan muawaal bil musytaq ialah :
Lafazh yang berbentuk jumlah (kalimat) juga termasuk ke dalam na'at dengan syarat hendaknya lafazh yang disifati dengan jumlah tersebut berupa isim nakirah, seperti firman Allah berikut:
وَاتَّقُوا يَوْمًا تُرْجَعُونَ فِيهِ إِلَى اللَّهِ"Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah". (al-Baqarah:281).
Man'ut-nya lafazh يَوْمًا, na'at-nya تُرْجَعُونَ فِيهِ إِلَى اللهِ.
Demikian pula na'at yang memakai mashdar, namun ia harus menetapi bentuk mufrad dan tadzkir-nya (meskipun man'ut-nya tatsniyah, jamak, atau muannats), misalnya:
مَرَرْتُ بِرَجُلٍ عَدْلٍ = Aku bertemu dengan laki-laki yang adil
مَرَرْتُ بإمْرَأَةٍ عَدْلٍ = Aku bertemu dengan perempuan yang adil
مَرَرْتُ بِرَجُلَيْنِ عَدْلٍ = Aku bertemu dengan dua orang laki-laki yang adil
مَرَرْتُ بِرِجَالٍ عَدْلٍ = Aku bertemu dengan para laki-laki yang adil
Na'at mengikuti man'ut-nya dalam keadaan rafa', nashab, khafadh, ta'rif (ma'rifah), dan tankir (nakirah). Kemudian jika dhamir man'ut yang dikandungnya di-rafa'-kan, maka na'at mengikutinya pula dalam hal tadzkir (mudzakkar), dan ta'nits (muannats), begitu pula dalam hal ifrad (mufrad), tatsniyah, dan jamak, misalnya:
Contoh:
مَرَرْتُ بِالطَّالِبِ اْلمَاهِرِ = Aku bertemu dengan siswa yang pintar
I'rab-nya adalah:
مَرَرْتُ = Fi'il dan fa'il
بِ = Huruf jar
الطَّالِبِ = majrur dengan huruf بِ
اْلمَاهِرِ = Na'at dari الطَّالِبِ
Lafaz اْلمَاهِرِ juga mesti majrur dengan tanda kasrah dhahirah, dan juga mesti ma'rifah, sebab man'ut-nya (الطَّالِبِ) isim majrur dengan tanda kasrah dzhahirah dan juga isim ma'rifah.
Jika na'at me-rafa'-kan isim zhahir atau dhamir bariz, maka keadaan man'ut tidak diperhatikan, meskipun ia dalam bentuk mudzakkar, muannats, mufrad, tatsniyah, dan jamak, melainkan kedudukan na'at menjabat sebagai fi'il.
Apabila fa’il na’at itu munannats, maka na’at-nya di-ta'nits-kan sekalipun man’ut-nya berupa mudzakkar, seperti:
مَرَرْتُ بِرَجُلٍ حَسَنَةٍ أُمُّهُ = Aku telah bertemu dengan seorang laki-laki yang ibunya baik
Dan apabila fa’il na’at itu mudzakkar, maka na’at-nya di-mudzakkar-kan juga sekalipun man’ut-nya berupa muannats, seperti:
مَرَرْتُ بِامْرَأَةٍ قاَئِمٍ أَبُوْهُ = Aku telah bertemu dengan seorang wanita yang ayahnya berdiri,
Akan tetapi, na’at hanya memakai lafazh yang berbentuk mufrad, ia tidak boleh di-tatsniyah-kan dan tidak boleh pula di-jamak-kan, misalnya:
جَاءَ زَيْدٌ اْلقَائِمَةُ أُمُّهُ = Telah datang Zaid yang ibunya sedang berdiri.
Fa’il lafazh اْلقَائِمَةُ adalah lafazh أُمُّهُ
جَاءَتْ هِنْدٌ اْلقَائِمُ أَبُوْهَا = Telah datang Hindun yang ayahnya sedang berdiri
Begitu juga jika kita katakan:
مَرَرتُ بِرَجُلٍ قَائِمَةٍ أُمُّهُ = Aku telah bertemu dengan seorang laki-laki yang ibunya sedang berdiri
مَرَرتُ بِامْرَأَةٍ قَائِمٍ أَبُوْهَا = Aku telah bertemu dengan seorang perempuan yang ayahnya sedang berdiri
Begitu juga jika kita katakan:
مَرَرتُ بِرَجُلَيْنِ قَائِمٍ أَبَوَاهُمَا = Aku telah bertemu dengan dua laki-laki yang ayah-ayah keduanya sedang berdiri
مَرَرتُ بِرِجَالٍ قَائِمٍ أَبَاؤُهُمْ = Aku telah bertemu dengan para laki-laki yang ayah-ayah mereka sedang berdiri.
Hanya saja Imam Sibawaih mengatakan dalam masalah bila isim yang di-rafa’-kan oleh na’at-nya berupa jamak, seperti contoh terakhir, yang lebih baik bagi na’at hendaknya ia diketengahkan dalam bentuk jamak taksir, maka dari itu itu kita katakan:
مَرَرتُ بِرِجَالٍ قِيَامٍ أَبَاؤُهُمْ = Aku telah bertemu dengan para laki-laki yang ayah-ayah mereka sedang berdiri semua.
مَرَرتُ بِرَجُلٍ قُعُوْدٍ غِلْمَانُهُ = Aku telah bertemu dengan seorang laki-laki yang para pelayannya sedang duduk semuanya
Hal ini lebih fasih daripada dikatakan:
قَائِمٍ أَبَاؤُهُمْ
قَاعِدٍ غِلْمَانُهُ
Yaitu dalam bentuk mufrad.
Namun bentuk ifrad lebih fasih daripada jamak salim, seperti contoh berikut:
مَرَرتُ بِرِجَالٍ قَائِمِيْنَ أَبَاؤُهُمْ = Aku telah bertemu dengan para laki-laki yang ayah-ayah mereka sedang berdiri semua.
مَرَرتُ بِرَجُلٍ قَاعِدِيْنَ غِلْمَانُهُ = Aku telah bertemu dengan seorang laki-laki yang para pelayannya sedang duduk semuanya.
Demikian contoh-contoh na’at yang me-rafa’-kan isim zhahir, sedangkan contoh na’at yang me-rafa’-kan dhamir bariz contohnya adalah:
جَاءَنِيْ غُلَامُ امْرَأَةٍ ضَارِبَتِهِ هِيَ = Telah datang kepadaku pelayan seorang wanita yang telah dipukul olehnya. (yaitu sipelayan dipukul oleh wanita itu).
جَاءَتْنِيْ أَمَةُ رَجُلٍ ضَارِبَهَا هُوَ = Telah datang kepadaku pelayan wanita laki-laki yang telah dipukul olehnya.
جَاءَنِيْ غُلَامُ رَجُلَيْنِ ضَارِبِهِ هُمَا = Telah datang kepadaku pelayan dua orang laki-laki yang telah dipukuli oleh keduanya
جَاءَنِيْ غُلَامُ رِجَالٍ ضَارِبِهِ هُمْ = Telah datang kepadaku pelayan para laki-laki yang telah dipukuli oleh mereka.
Kegunaan na'at ialah untuk mengkhususkan man’ut jika man’ut berupa isim nakirah, misalnya
مَرَرْتُ بِرَجُلٍ صَالِحٍ = Aku telah bertemu dengan laki-laki yang saleh
Dan juga untuk menjelaskannya jika man’utnya berupa ma’rifat, misalnya:
جَاءَ زَيْدٌ اْلعَالِمُ = Telah datang Zaid yang alim
Ada juga untuk semata-mata pujian, misalnya:
بِسْمِ الله الرحمن الرحيم
Atau hanya untuk pengertian celaan, misalnya:
أَعُوْذُ بَاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرجيم
Atau untuk mengharap belas kasihan, misalnya:
اللهمَّ ارْحَمْ عَبْدَكَ اْلمِسْكِيْنَ = Ya Allah, kasihanilah hamba-Mu yang miskin ini.
Atau untuk pengukuhan (taukid), misalnya:
تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ
“itulah sepuluh (hari) yang sempurna”. (al-baqarah:196)
Apabila man’ut-nya sudah dikenal tanpa na’at, maka na’at boleh dalam hal I’rab diikutkan kepada man’ut-nya atau terputus darinya. Maksud terputus ialah hendaknya na’at di-rafa’-kan dengan pengertian ia dijadikan sebagai khabar dari mubtada yang mahdzuf (dibuang), atau di-nashab-kan oleh fi’il yang tidak disebutkan, misalnya:
اْلحَمْدُ للهِ اْلحَمِيْدِ = Segala puji bagi Allah yang maha terpuji
Imam Sibawaih memperbolehkan lafazh al-Hamiid dibaca jar, yaitu al-hamiidi, karena diikutkan kepada man’ut-nya, dan boleh pula di-nashab-kan dengan memperkirakan keberadaan lafazh amdahul hamiida.
Apabila yang menjadi na’at berulang-ulang (banyak) bagi man’ut yang satu, ketentuannya seperti berikut:
Apabila man’ut-nya sudah dikenal tanpa na’at-na’at-nya, maka semuanya boleh diikutkan kepada man’ut; atau diputuskan semuanya; atau diikutkan sebagiannya, sedangkan sebagian yang lain diputuskan I’rab-nya dari man’ut, namun dengan syarat, hendaknya yang diikuti didahulukan.
Jika man’ut tidak dapat dikenali kecuali dengan disebutkan semua na’at-nya, maka I’rab semua na’at diikutkan kepada man’ut-nya secara wajib. Jika man’ut-nya hanya dikenal dengan sebagai dari na’at-na’at-nya, maka selain dari itu boleh memakai ketiga I’rab tadi.
Yang dimaksud dengan muawaal bil musytaq ialah :
- Isim isyarah, contoh: مَرَرْتُ بِزَيْدٍ هَذَا = aku telah bertemu dengan Zaid yang ini. Lafazh ini sama dengan مَرَرْتُ بِزَيْدٍ اْلحَاضِرِ.
- Isim Maushul, contoh: مَرَرْتُ بِزَيْدٍ الَّذِيْ قَامَ = Aku telah bertemu dengan Zaid yang telah berdiri. Lafazh ini sama dengan مَرَرْتُ بِزَيْدٍ اْلمَعْلُوْمِ قِيَامُهُ.
- Dzu yang bermakna shahibin, contoh: مَرَرْتُ بِرَجُلٍ ذِيْ مَالٍ = Aku telah bertemu dengan seorang laki-laki yang mempunyai harta, lafazh ini sama dengan مَرَرْتُ بِرَجُلٍ صَاحِبِ مَالٍ
- Isim-isim yang di-nishbat-kan, contoh: مَرَرْتُ بِرَجُلٍ دِمَشْقِيٍّ = Aku telah bertemu dengan seorang laki-laki Damaskus.
Lafazh yang berbentuk jumlah (kalimat) juga termasuk ke dalam na'at dengan syarat hendaknya lafazh yang disifati dengan jumlah tersebut berupa isim nakirah, seperti firman Allah berikut:
وَاتَّقُوا يَوْمًا تُرْجَعُونَ فِيهِ إِلَى اللَّهِ"Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah". (al-Baqarah:281).
Man'ut-nya lafazh يَوْمًا, na'at-nya تُرْجَعُونَ فِيهِ إِلَى اللهِ.
Demikian pula na'at yang memakai mashdar, namun ia harus menetapi bentuk mufrad dan tadzkir-nya (meskipun man'ut-nya tatsniyah, jamak, atau muannats), misalnya:
مَرَرْتُ بِرَجُلٍ عَدْلٍ = Aku bertemu dengan laki-laki yang adil
مَرَرْتُ بإمْرَأَةٍ عَدْلٍ = Aku bertemu dengan perempuan yang adil
مَرَرْتُ بِرَجُلَيْنِ عَدْلٍ = Aku bertemu dengan dua orang laki-laki yang adil
مَرَرْتُ بِرِجَالٍ عَدْلٍ = Aku bertemu dengan para laki-laki yang adil
Na'at mengikuti man'ut-nya dalam keadaan rafa', nashab, khafadh, ta'rif (ma'rifah), dan tankir (nakirah). Kemudian jika dhamir man'ut yang dikandungnya di-rafa'-kan, maka na'at mengikutinya pula dalam hal tadzkir (mudzakkar), dan ta'nits (muannats), begitu pula dalam hal ifrad (mufrad), tatsniyah, dan jamak, misalnya:
Contoh:
مَرَرْتُ بِالطَّالِبِ اْلمَاهِرِ = Aku bertemu dengan siswa yang pintar
I'rab-nya adalah:
مَرَرْتُ = Fi'il dan fa'il
بِ = Huruf jar
الطَّالِبِ = majrur dengan huruf بِ
اْلمَاهِرِ = Na'at dari الطَّالِبِ
Lafaz اْلمَاهِرِ juga mesti majrur dengan tanda kasrah dhahirah, dan juga mesti ma'rifah, sebab man'ut-nya (الطَّالِبِ) isim majrur dengan tanda kasrah dzhahirah dan juga isim ma'rifah.
Contoh-contoh Na'at
Di dalam tabel berikut kami sajikan contoh lengkap dari na'at dan man'ut dalam keadaan rafa', nashab, khafadh, ta'rif (ma'rifah), dan tankir (nakirah), dalam hal tadzkir (mudzakkar), dan ta'nits (muannats), begitu pula dalam hal ifrad (mufrad), tatsniyah, dan jamak.Contoh Na'at Man'ut | Artinya |
---|---|
قَامَ الطَّالِبُ اْلمَاهِرُ | Siwa yang pintar telah berdiri |
رَأَيْتُ الطَّالِبَ اْلمَاهِرَ | Aku telah melihat siswa yang pintar |
مَرَرْتُ بِالطَّالِبِ اْلمَاهِرِ | Aku telah bertemu dengan siswa yang pintar |
قَامَتِ الطَّالِبَةُ اْلمَاهِرَةُ | Siswi yang pintar telah berdiri |
رَأَيْتُ لطَّالِبَةَ اْلمَاهِرَةَ | Aku telah melihat siswi yang pintar |
مَرَرْتُ بِالطَّالِبَةِ اْلمَاهِرَةِ | Aku telah bertemu dengan siswi yang pintar |
رَجَعَ طَالِبٌ مَاهِرٌ | Siswa yang pintar telah pulang |
رَأَيْتُ طَالِبًا مَاهِرًا | Aku telah melihat siswa yang pintar |
مَرَرْتُ بِطَالِبٍ مَاهِرٍ | Aku telah bertemu dengan siswa yang pintar |
قَامَ الطَّالِبَانِ اْلمَاهِرَانِ | Dua siswa yang kedua-duanya pintar telah berdiri |
رَأَيْتُ الطَّالِبَيْنِ اْلمَاهِرَيْنِ | Aku telah melihat dua siswa yang kedua-duanya pintar |
مَرَرْتُ بِالطَّالِبَيْنِ اْلمَاهِرَيْنِ | Aku telah bertemu dengan dua siswa yang kedua-duanya pintar |
رَجَعَ الطَّالِبُوْنَ اْلمَاهِرُوْنَ | Para siswa yang semuanya pintar telah pulang |
رَأَيْتُ الطَّالِبِيْنَ اْلمَاهِرِيْنِ | Aku telah melihat para siswa yang semuanya pintar |
مَرَرْتُ بِالطَّالِبِيْنَ اْلمَاهِرِيْنَ | Aku telah bertemu dengan para siswa yang semuanya pintar |
رَجَعَتِ الطَّالِبَتَانِ اْلمَاهِرتَانِ | Dua siswi yang kedua-duanya pintar telah pulang |
رَأَيْتُ الطَّالِبَتَيْنِ اْلمَاهِرتَيْنِ | Aku telah melihat dua siswi yang kedua-duanya pintar |
مَرَرْتُ بِالطَّالِبَتَيْنِ اْلمَاهِرتَيْنِ | Aku telah bertemu dengan dua siswi yang kedua-duanya pintar |
رَجَعَتِ الطَّالِبَاتُ اْلمَاهِرَاتُ | Para siswi yang semuanya pintar telah pulang |
رَأَيْتُ الطَّالِبَاتِ اْلمَاهِرَاتِ | Aku telah melihat para siswi yang semuanya pintar |
مَرَرْتُ بِالطَّالِبَاتِ اْلمَاهِرَاتِ | Aku telah bertemu dengan para siswa yang semuanya pintar |
Apabila fa’il na’at itu munannats, maka na’at-nya di-ta'nits-kan sekalipun man’ut-nya berupa mudzakkar, seperti:
مَرَرْتُ بِرَجُلٍ حَسَنَةٍ أُمُّهُ = Aku telah bertemu dengan seorang laki-laki yang ibunya baik
Dan apabila fa’il na’at itu mudzakkar, maka na’at-nya di-mudzakkar-kan juga sekalipun man’ut-nya berupa muannats, seperti:
مَرَرْتُ بِامْرَأَةٍ قاَئِمٍ أَبُوْهُ = Aku telah bertemu dengan seorang wanita yang ayahnya berdiri,
Akan tetapi, na’at hanya memakai lafazh yang berbentuk mufrad, ia tidak boleh di-tatsniyah-kan dan tidak boleh pula di-jamak-kan, misalnya:
جَاءَ زَيْدٌ اْلقَائِمَةُ أُمُّهُ = Telah datang Zaid yang ibunya sedang berdiri.
Fa’il lafazh اْلقَائِمَةُ adalah lafazh أُمُّهُ
جَاءَتْ هِنْدٌ اْلقَائِمُ أَبُوْهَا = Telah datang Hindun yang ayahnya sedang berdiri
Begitu juga jika kita katakan:
مَرَرتُ بِرَجُلٍ قَائِمَةٍ أُمُّهُ = Aku telah bertemu dengan seorang laki-laki yang ibunya sedang berdiri
مَرَرتُ بِامْرَأَةٍ قَائِمٍ أَبُوْهَا = Aku telah bertemu dengan seorang perempuan yang ayahnya sedang berdiri
Begitu juga jika kita katakan:
مَرَرتُ بِرَجُلَيْنِ قَائِمٍ أَبَوَاهُمَا = Aku telah bertemu dengan dua laki-laki yang ayah-ayah keduanya sedang berdiri
مَرَرتُ بِرِجَالٍ قَائِمٍ أَبَاؤُهُمْ = Aku telah bertemu dengan para laki-laki yang ayah-ayah mereka sedang berdiri.
Hanya saja Imam Sibawaih mengatakan dalam masalah bila isim yang di-rafa’-kan oleh na’at-nya berupa jamak, seperti contoh terakhir, yang lebih baik bagi na’at hendaknya ia diketengahkan dalam bentuk jamak taksir, maka dari itu itu kita katakan:
مَرَرتُ بِرِجَالٍ قِيَامٍ أَبَاؤُهُمْ = Aku telah bertemu dengan para laki-laki yang ayah-ayah mereka sedang berdiri semua.
مَرَرتُ بِرَجُلٍ قُعُوْدٍ غِلْمَانُهُ = Aku telah bertemu dengan seorang laki-laki yang para pelayannya sedang duduk semuanya
Hal ini lebih fasih daripada dikatakan:
قَائِمٍ أَبَاؤُهُمْ
قَاعِدٍ غِلْمَانُهُ
Yaitu dalam bentuk mufrad.
Namun bentuk ifrad lebih fasih daripada jamak salim, seperti contoh berikut:
مَرَرتُ بِرِجَالٍ قَائِمِيْنَ أَبَاؤُهُمْ = Aku telah bertemu dengan para laki-laki yang ayah-ayah mereka sedang berdiri semua.
مَرَرتُ بِرَجُلٍ قَاعِدِيْنَ غِلْمَانُهُ = Aku telah bertemu dengan seorang laki-laki yang para pelayannya sedang duduk semuanya.
Demikian contoh-contoh na’at yang me-rafa’-kan isim zhahir, sedangkan contoh na’at yang me-rafa’-kan dhamir bariz contohnya adalah:
جَاءَنِيْ غُلَامُ امْرَأَةٍ ضَارِبَتِهِ هِيَ = Telah datang kepadaku pelayan seorang wanita yang telah dipukul olehnya. (yaitu sipelayan dipukul oleh wanita itu).
جَاءَتْنِيْ أَمَةُ رَجُلٍ ضَارِبَهَا هُوَ = Telah datang kepadaku pelayan wanita laki-laki yang telah dipukul olehnya.
جَاءَنِيْ غُلَامُ رَجُلَيْنِ ضَارِبِهِ هُمَا = Telah datang kepadaku pelayan dua orang laki-laki yang telah dipukuli oleh keduanya
جَاءَنِيْ غُلَامُ رِجَالٍ ضَارِبِهِ هُمْ = Telah datang kepadaku pelayan para laki-laki yang telah dipukuli oleh mereka.
Kegunaan na'at ialah untuk mengkhususkan man’ut jika man’ut berupa isim nakirah, misalnya
مَرَرْتُ بِرَجُلٍ صَالِحٍ = Aku telah bertemu dengan laki-laki yang saleh
Dan juga untuk menjelaskannya jika man’utnya berupa ma’rifat, misalnya:
جَاءَ زَيْدٌ اْلعَالِمُ = Telah datang Zaid yang alim
Ada juga untuk semata-mata pujian, misalnya:
بِسْمِ الله الرحمن الرحيم
Atau hanya untuk pengertian celaan, misalnya:
أَعُوْذُ بَاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرجيم
Atau untuk mengharap belas kasihan, misalnya:
اللهمَّ ارْحَمْ عَبْدَكَ اْلمِسْكِيْنَ = Ya Allah, kasihanilah hamba-Mu yang miskin ini.
Atau untuk pengukuhan (taukid), misalnya:
تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ
“itulah sepuluh (hari) yang sempurna”. (al-baqarah:196)
Apabila man’ut-nya sudah dikenal tanpa na’at, maka na’at boleh dalam hal I’rab diikutkan kepada man’ut-nya atau terputus darinya. Maksud terputus ialah hendaknya na’at di-rafa’-kan dengan pengertian ia dijadikan sebagai khabar dari mubtada yang mahdzuf (dibuang), atau di-nashab-kan oleh fi’il yang tidak disebutkan, misalnya:
اْلحَمْدُ للهِ اْلحَمِيْدِ = Segala puji bagi Allah yang maha terpuji
Imam Sibawaih memperbolehkan lafazh al-Hamiid dibaca jar, yaitu al-hamiidi, karena diikutkan kepada man’ut-nya, dan boleh pula di-nashab-kan dengan memperkirakan keberadaan lafazh amdahul hamiida.
Apabila yang menjadi na’at berulang-ulang (banyak) bagi man’ut yang satu, ketentuannya seperti berikut:
Apabila man’ut-nya sudah dikenal tanpa na’at-na’at-nya, maka semuanya boleh diikutkan kepada man’ut; atau diputuskan semuanya; atau diikutkan sebagiannya, sedangkan sebagian yang lain diputuskan I’rab-nya dari man’ut, namun dengan syarat, hendaknya yang diikuti didahulukan.
Jika man’ut tidak dapat dikenali kecuali dengan disebutkan semua na’at-nya, maka I’rab semua na’at diikutkan kepada man’ut-nya secara wajib. Jika man’ut-nya hanya dikenal dengan sebagai dari na’at-na’at-nya, maka selain dari itu boleh memakai ketiga I’rab tadi.
Demikianlah artikel tentang Na'at dan Man'ut ini saya buat, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca, dan sampai jumpa di artikel selanjutnya!
loading...
sangat bermanfaat mas....
ReplyDeleteteruskan syi'ar agama ini untuk ISLAM YANG MAJU.
tapi ada ga artikel tentang makna2 syi'iran yang terkumpul dalam kitab mutammimah ini.....