-->

Fa'il dalam Bahasa Arab

Fa’il ialah isim marfu’ yang disebut terlebih dahulu fi’il-nya, atau lafazh yang mengandung takwil fi’il (makna yang dimaksud ialah isim fa’il, shifat yang diserupakan dengan fi’il, mashdar, dan sebagainya dari isim-isim yang dapat beramal seperti fi’il). Fa’il itu terbagi atas dua bagian, yaitu fa’il yang zhahir (ditampakkan) dan fa’il yang mudhmar (tersembunyi).

Fa'il dalam Bahasa Arab

Fa’il yang Zhahir

Fa’il yang zhahir seperti dalam contoh berikut:

قَالَ اللهُ = Allah berfirman (Al-Maidah:115)
قَالَ رَجُلَانِ = Berkatalah dua orang (laki-laki). (Al-Maidah:23).

وَجَاءَ اْلمُعَذِّرُوْنَ 
Dan datang (kepada Nabi) orang-orang yang mengemukakan uzur. (At-Taubah:90).

يَوْمَ يَقُوْمُ النَّاسُ  = (Yaitu) hari (ketika) manusia berdiri (Al-Muthaffifin:6)

وَيَوْمَئِذٍ يَّفْرَحُ اْلمُؤمِنُوْنَ 
Dan dihari (kemenangan bangsa Romawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman. (Ar-Ruum:4)

قَالَ أَبُوْهُمْ = Berkata ayah mereka (Yusuf:94).

Fa’il yang Mudhmar

Sedangkan fa’il yang mudhmar seperti dalam contoh berikut:
ضَرَبْتُ = Aku telah memukul
ضَرَبَنَا = Kami telah memukul
Dan seterusnya….

Isim yang mengandung takwil fi’il seperti dalam contoh:
أَقَائِمُ الزَّيْدَانِ = Apakah dua Zaid berdiri?

Dan firman Allah yang berbunyi:
مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ = Yang bermacam-macam warnanya (An-Nahl:69).

Lafazh قَائِمٌ bentuk takwilnya sama dengan يَقُوْمُ , dan lafazh مُخْتَلِفٌ bentuk takwilnya sama dengan يَخْتَلِفُ.

Macam-macam Hukum Fa’il

Fa’il itu mempunyai beberapa ketentuan, diantaranya ialah:

1. Tidak boleh membuang fa’il, karena merupakan umdah (pokok atau bagian dari fi’il). Apabila fa’il itu tampak dalam lafazhnya, seperti: 

قَامَ زَيْدٌ = Telah berdiri Zaid, 

dan yang mudhmar: 

 الزَّيْدَانِ قَامَا = Kedua Zaid itu kedua-duanya telah berdiri. 

Itulah contoh fa’il zhahir (yang jelas). Bila tidak tampak berarti dhamir mustatir (tersembunyi), seperti: زَيْدٌ قَائِمٌ = Zaid telah berdiri

2. Fa’il tidak boleh mendahului fi’ilnya. Apabila ternyata lafazh yang zhahir (yang tampak) adalah fa’il yang didahulukan, maka wajib mentaqdirkan (memperkirakan keberadaan) fa’il sebagai dhamir mustatir, dan lafazh yang didahuluikan itu adakalanya menjadi mubtada, seperti: زَيْدٌ قَائِمٌ = Zaid telah berdiri.

Dan adakalanya menjadi fa’il dengan fi’il terbuang (tidak disebutkan), seperti yang terdapat dalam firman Allah:

وَاِنْ اَحَدٌ مِّنَ اْلمُشْرِكِيْنَ اسْتَجَارَكَ
Dan jika seorang di antara orang-orang musyrik itu meminta perlindungan kepadamu. (at-Taubah:6).

Karena sesungguhnya huruf syarath (اِنْ) tidak boleh masuk kepada mubtada (isim), melainkan masuk kepada fi’il.

Penjelasan:
Untuk lebih jelasnya, fa’il  tidak boleh mendahului lafazh yang merafa’kannya. Jadi, boleh dikatakan: 

زَيْدٌ قَامَ = Zaid telah berdiri.

Yaitu dengan anggapan bahwa lafazh Zaidun merupakan fa’il yang didahulukan. Sebab, kalau demikian berarti lafazh Zaidun berkedudukan sebagai mubtada, dan fi’il sesudahnya merafa’kan dhamir yang mustatir. Bentuk lengkapnya adalah: 

زًيْدٌ قَامَ هُوَ = Zaid, dia telah berdiri.

Terkadang fi’il harus dibuang seperti yang terdapat di dalam firman Allah:

وَاِنْ اَحَدٌ مِّنَ اْلمُشْرِكِيْنَ اسْتَجَارَكَ
Dan jika seorang di antara orang-orang musyrik itu meminta perlindungan kepadamu. (at-Taubah:6).

Lafazh اَحَدٌ berkedudukan sebagai fa’il dari fi’il yang wajib dibuang (tidak disebutkan). Bentuk lengkapnya ialah:

وَاِنْ اسْتَجَارَكَ اَحَدٌ مِّنَ اْلمُشْرِكِيْنَ اسْتَجَارَكَ
Dan jika meminta perlindungan kepadamu seorang diantara orang-orang musyrik itu dengan sungguh-sungguh.

3. Fi’ilnya harus di-mufrad-kan berserta fa’il isim yang tatsniyah atau jamaknya, seperti halnya disatukan beserta fa’il mufrad. Jadi, katakanlah:

قَامَ الزَّيْدَانِ = Telah berdiri kedua Zaid itu
قَامَ الزَّيْدُوْنَ = Telah berdiri Zaid-zaid

Sebagaimana halnya anda katakan:

قَأمَ زَيْدٌ = Telah berdiri Zaid
قًالَ اللهُ تَعَالَى = Allah ta’ala berfirman
قَالَ رَجُلَانِ = Berkatalah dua orang (laki-laki). (Al-Maidah:23).

وَجَاءَ اْلمُعَذِّرُوْنَ 
Dan datang (kepada Nabi) orang-orang yang mengemukakan uzur. (At-Taubah:90).

وَقَالَ الظَّالِمُوْنَ = Dan orang-orang yang zalim itu berkata (al-Quran:8).
وَقَالَ نِسْوَةٌ = Dan wanita-wanita berkata (Yusuf:30).

Fi’il pada contoh-contoh tersebut terbebas dari tanda ta’nits dan tanda jamak. Meskipun demikian, ada juga yang berlainan dengan ketentuan tersebut, yaitu:

Sebagian orang Arab ada yang menyertakan tanda tantsniyah atau jamak kepada fi’il bilamana fa’il itu berupa mutsanna atau jamak. Jadi, katakanlah:

قَامَ الزَّيْدَانِ = telah berdiri kedua Zaid itu
قامُوْا الزَّيْدُوْنَ = telah berdiri Zaid-zaid itu
قُمْنَ اْلهِنْدَاتُ = telah berdiri Hindun-hindun itu

Dialek ini dinamakan dialek:

اَكَلُوْنِيْ اْلبَرَاغِيْثُ = nyamuk-nyamuk itu telah menggigitku

Karena lafazh ini terdengar dari sebagian mereka (orang Arab). Dan termasuk ke dalam pengertian ini ialah hadis berikut:

يَتَغَاقَبُوْنَ فِيْكُمْ مَلَائكَةُ بِاللَّيْلِ وَمَلَائِكَةٌ بِالنَّهَارِ
“Malaikat yang bertugas pada malam hari dan malaikat yang bertugas pada siang hari saling silih berganti menjaga kalian”.

Lafazh البَرَاغِيْثُ  menjadi fa’il dari lafazh اَكُلُوْنِي dan lafazhمَلاَئِكَةٌ  menjadi fai’il dari lafazh يَتَعَاقَبُوْنَ .

Menurut pendapat yang benar, alif ,wawu dan nun dianggap sebagai huruf- huruf yang menunjukkan tatsniyah atau jamak-nya dan fa’il-nya terletak sesudahnya.

4. wajib ta-nits fi’il dengan memakai ta yang di-sukun-kan pada akhir fi’il madhi dengan memakai ta mudhara’ah pada awal fi’il mudhari’ bilamana fi’il-nya muannast hakiki yang ta’nist( dan fi’il-nya bukan نِعْمَ  danبِئْسَ  contoh:

قَامَتْ هِنْدٌ : telah berdiri hindun.
تَقُوْمُ هِنْدٌ : Akan berdiri hindun.

Boleh tidak menyebutkan ta fi’il-nya bilamana fail-nya majazi yang ta-nist (yaitu lafazh yang mengandung arti bagi ghair’aqil). Contoh :

 طَلَعَ الشَّمْسُ: telah terbit matahari.

Dan firman Allah Swt:

وَمَاكَانَ صَلاَتُهُمْ عِنْدَ اَلبَيْتِ اِلاَّ مُكَآءً
" Shalat mereka disekitar baitullah itu tiada lain hanyalah siulan .” ( Al- Anfal ; 35 ).

Hukum ( ketentuan) fa’il yang mutsanna dan majmu’ dengan jamak shahih (mudzakar salim) ialah hukum fa’il yang mufrad (yang tidak mengubah bentuk fi’ilnya). Jadi katakanlah :

قَامَ الزَّيْدَانِ = Telah berdiri kedua zaid itu
قَامَ الزَّيْدُوْنَ = Telah berdiri zaid-zaid itu
قَامَتِ الْمُسْلِمَتَانِ = Telah berdiri kedua wanita muslim itu .
قَامَتِ الْمُسْلِمَاتُ = Telah berdiri wanita- wanita muslim itu.

Jamak taksir, ketentuannya ialah seperti ketentuan muannats  yang majazi. Anda boleh mengatakan ;
قام الرِّجاَلُ = Telah berdiri para laki-laki
قَامَتِ الرِّجالُ = Telah berdiri para laki-laki
قامَ الْهٌنُوْدُ  = Telah berdiri para Hindun- hindun
قَامَتِ اْلهُنُوْدُ = Telah berdiri para Hindun- hindun

Keterangan:
Dalam bentuk jamak taksir bagi mudzakar,seperti lafazhرِجَالٌ  Atau jamak taksir untuk muannast, seperti lafazh هُنُوْدٌ. Menetapkan dan membuang ta sama saja hukumnya, yaitu dibolehkan. Untuk itu dapat mengatakannya seperti contoh-contoh tersebut diatas.

5.  Menurut kaidah asal hendaknya fa’il mengiringi fi’il-nya, kemudian disebutkan maf’ul-nya, seperti dalam contoh:

وَوَرِثَ سُلَيْمَانُ دَاوُدَ 
“ Dan sulaiman telah mewarisi Dawud” ( An-naml: 16)

Terkadang fa’il itu di akhirkan dan maf’ul didahulukan secara jawaz ( boleh ), seperti dalam contoh:

وَلَقَدْجاَء آلَ فِرْعَوْنَ النُّذُرُ
Dan sesungguhnya telah datang kepada kaum fir’aun ancaman –ancaman “ ( Al- Qamar : 41 )

Ada yang secara wajib mendahulukan maf’ul, seperti dalam contoh:

شَغَلْتَنَا آمْوَالُنَا
“Harta kami telah merintangi kami’’ (Al-fat-h: 11)

وَاِذِابْتلَى اِبْرَاهِيْمَ ربُّهُ
"Dan ingatlah ketika ibrahim di uji oleh Rabbnya" . ( Al- baqarah 124)

Terkadang maf’ul mendahului fi’il dan fa’il-nya secara jawaz, seperti dalam contoh:

فَرِيْقًا كَذَّبُوْا وَفَرِيْقًا يَّقْتُلُوْنَ
Sebahagian dari rasul- rasul itu mereka dustakan dan sebahagian yang lain mereka bunuh.” ( Al- maidah : 70)

Ada yang secara wajib mendahulukannya, seperti dalam contoh:

فَاَيَّ آيَاتِ اللهِ تُنْكِرُوْنَ
“Maka tanda- tanda kekuasaan Allah yang manakah yang kalian ingkari “ ( Al- Mu-min : 81)

Sebab, maf’ul-nya berupa  isim isyarath dan isim istifham yang berada pada permulaan kalam.

Terimakasih telah membaca artikel tentang Fa'il dalam Bahasa Arab, sampai jumpa pada pembahasan selanjutnya, Salam.
loading...

0 Response to "Fa'il dalam Bahasa Arab"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel